Jika Hutan Disamakan dengan Kebun Sawit

Jika Hutan Disamakan dengan Kebun Sawit
SOS hutan primer di Indonesia, bantu masyarakat lokal dari bencana alam. Ist.

Oleh Rangkaya Bada 
berdasarkan riset pustaka dan sumber tepercaya.

Kelapa sawit itu pohon, ada daunnya kan?” demikian pertanyaan, bernada mengarahkan opini seorang pejabat negara Republik Indonesia pada  akhir Desember 2024.

Sontak saja pernyatan itu memicu perdebatan luas di ruang publik. Ucapan tersebut muncul dalam konteks pembelaan terhadap ekspansi besar-besaran perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis) di Indonesia.

Argumen bahwa sawit menyerap karbon dioksida dan karena itu tidak menyebabkan deforestasi, secara akademik, mengabaikan perbedaan fundamental antara pohon dalam ekosistem hutan alami dan sawit sebagai tanaman perkebunan. Kelapa sawit memang masuk keluarga Arecaceae, kelompok pohon monokotil. Namun penanamannya cenderung monokultur, menggantikan hutan endemik, dan berdampak serius terhadap biodiversitas.

Debat ini relevan, mengingat Indonesia merupakan produsen sawit terbesar di dunia dengan luas perkebunan mencapai 11,1 juta hektare pada 2014. 

Konversi hutan ke perkebunan sawit telah menyumbang hilangnya hingga 50% hutan primer di Borneo pada 2005–2015.

Ekspansi tersebut mengubah lanskap alami dan mengancam habitat flora-fauna endemik. Tulisan ini mengulas perbedaan akademis antara hutan alami dan perkebunan sawit berdasarkan referensi ilmiah IUCN dan berbagai jurnal peer-reviewed, dengan fokus pada aspek endemisitas, monokultur, dan habitat.

Definisi Botani dan Karakteristik Pohon Umum vs Kelapa Sawit

Secara botani, pohon adalah tumbuhan berkayu dengan batang utama bercabang dan struktur kanopi berlapis, yang berperan penting dalam siklus karbon, air, serta biodiversitas. Di hutan tropis Indonesia, keluarga Dipterocarpaceae menjadi penyangga utama ekosistem dengan umur panjang, akar dalam, dan hubungan simbiosis kompleks dengan mikroorganisme tanah.

Sebaliknya, kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan palma asal Afrika Barat, dibawa ke Indonesia pada 1848 sebagai tanaman hias sebelum berubah menjadi komoditas industri. Sawit memiliki batang tunggal tanpa cabang, daun majemuk hingga tujuh meter, dan masa produktif hanya 25–30 tahun—jauh lebih pendek dibanding pohon hutan yang dapat hidup ratusan tahun.

Dalam perkebunan monokultur, sawit menghasilkan struktur lanskap yang seragam dan miskin biodiversitas. Dari segi penyimpanan karbon, hutan alami jauh lebih unggul dalam jangka panjang. Kompensasi karbon dari deforestasi membutuhkan 75–93 tahun untuk sawit di tanah mineral, dan lebih dari 600 tahun di lahan gambut. Pembukaan lahan juga memicu emisi besar yang tidak sebanding dengan kemampuan penyerapan sawit. Akibatnya, terjadi perubahan iklim lokal seperti penurunan curah hujan di Borneo sejak 1970-an.

Aspek Endemisitas: Hutan Endemik vs Perkebunan Sawit

Hutan endemik adalah ekosistem yang ditempati spesies unik yang berevolusi secara lokal, seperti orangutan (Pongo spp.) dan harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae). Keberadaan mereka bergantung pada struktur hutan heterogen dengan interaksi ekologis kompleks.

Kelapa sawit bukan spesies endemik Indonesia. Sebagai spesies introduksi dari Afrika Barat dan Tengah, ia tidak menciptakan habitat endemik baru. Sebaliknya, ekspansi sawit mengancam spesies endemik dengan menggantikan hutan primer. Studi menunjukkan konversi hutan ke perkebunan sawit menghilangkan hingga 39% spesies amfibi terancam, 64% burung endemik, dan 54% mamalia di kawasan hotspot biodiversitas.

Perkebunan sawit juga meningkatkan populasi spesies invasif seperti tikus (Rattus spp.), yang mengganggu keseimbangan ekologi. Karena itu, menganggap sawit sebagai pohon setara hutan endemik adalah keliru.

Monokultur Sawit dan Dampak Ekologisnya

Monokultur adalah penanaman satu jenis tanaman secara luas—persis seperti sistem perkebunan sawit di Indonesia dan Malaysia. Tidak seperti hutan alami yang multispesies dan berkonstruksi kanopi berlapis, monokultur sawit menciptakan ekosistem sederhana dengan keanekaragaman rendah.

Penelitian menunjukkan monokultur sawit menurunkan biodiversitas mamalia hingga 85%. Tanah juga terdegradasi karena hilangnya cacing tanah endemik, yang digantikan spesies eksotik seperti Pontoscolex corethrurus. Emisi isoprena dari perkebunan sawit meningkat hingga tujuh kali lipat, mempengaruhi pola hujan dan kualitas udara.

Meskipun intensifikasi budidaya sawit sering diajukan sebagai solusi, efek rebound tetap mendorong deforestasi lebih lanjut. Secara ekologis, monokultur sawit tetap merupakan sistem pertanian dengan input kimia tinggi, bukan hutan berkelanjutan.

Perbandingan Habitat Hutan Alami vs Perkebunan Sawit

Aspek Kebun Kelapa Sawit (Perkebunan Monokultur) Hutan Primer (Hutan Alami)
Keanekaragaman Hayati Sangat rendah; didominasi 1 spesies; hilangnya 60–90% mamalia, burung, reptil Sangat tinggi; ratusan spesies flora-fauna per hektare
Asal-usul Spesies Sawit bukan endemik (asal Afrika Barat) Flora-fauna endemik dan berevolusi lokal
Struktur Ekosistem Kanopi tunggal, tanpa lapisan bawah; hampir tanpa epifit & liana Kanopi berlapis, pohon besar, epifit, liana, mikrohabitat beragam
Peran Ekologis Fungsi ekologis rendah; tidak menopang rantai makanan kompleks Peran ekologis penuh: penyimpan karbon, menjaga siklus air, rumah spesies langka
Umur & Siklus Pohon Sawit produktif 25–30 tahun; ditebang lalu ditanam ulang Pohon hutan bisa ratusan tahun; siklus ekologis stabil
Iklim Mikro Lebih panas (+3–6°C) dan kering Sejuk, lembap, stabil
Serapan Karbon Serap CO₂ tetapi tidak mampu mengimbangi emisi dari deforestasi Penyerap karbon terbaik; simpanan karbon jauh lebih tinggi
Tanah & Kesuburan Tanah cepat rusak, miskin biodiversitas mikroba; erosi tinggi Tanah kaya mikroorganisme, stabil, tahan erosi
Spesies yang Mampu Bertahan Didominasi spesies generalis: babi hutan, tikus, ular piton Spesies spesialis: orangutan, rangkong, harimau, beruang madu
Kontribusi terhadap Ekosistem Air Sungai lebih hangat, keruh; biodiversitas air turun 40–50% Menjaga kualitas air, debit stabil, sungai kaya spesies
Konflik Manusia-Satwa Tinggi; fragmentasi habitat Rendah; ekosistem masih utuh
Nilai Ekologis Rendah; lebih mirip sistem pertanian industri Sangat tinggi; pilar kesehatan ekologis Borneo
Perubahan Lanskap Mengganti hutan; menyebabkan fragmentasi Menjaga keutuhan lanskap alami
Ketahanan terhadap Perubahan Iklim Rapuh; rentan hama & kekeringan Tahan, adaptif, stabil secara ekologis

Hutan alami menawarkan keragaman struktural yang mendukung spesies spesialis seperti gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus) dan burung rangkong (Bucerotidae). Kanopinya yang bertingkat menjaga suhu, kelembapan, dan siklus nutrisi.

Perkebunan sawit sebaliknya menciptakan lingkungan lebih panas hingga 6,5°C dan lebih kering. Sungai di kawasan sawit menjadi lebih dangkal dan hangat, mengurangi biodiversitas air tawar hingga 44%. Satwa yang bertahan biasanya spesies generalis seperti babi hutan dan ular piton, sementara spesies terancam seperti orangutan menurun drastis akibat fragmentasi habitat.

Flora endemik seperti epifit, paku-pakuan, serta lichen hampir tidak ditemukan di perkebunan sawit. Penurunan diversitas mamalia mencapai 65–90%, sementara spesies invasif meningkat.

Upaya seperti tree islands terbukti mampu memulihkan sebagian biodiversitas, namun tetap tidak menjadikan perkebunan sawit setara dengan hutan alami.

Dunia Perlu Turun Tangan Menghentikan Deforestasi di Indonesia

Deforestasi di Indonesia telah mencapai titik kritis yang mengancam masa depan dunia dan generasi mendatang. Hutan primer Borneo, Sumatra, dan Papua, penyimpan karbon raksasa dan rumah bagi ribuan spesies endemik, menyusut dengan kecepatan yang tidak sebanding dengan upaya pemulihan. 

Ketika hutan-hutan ini dibuka untuk perkebunan sawit, tambang, dan proyek infrastruktur besar, dunia kehilangan salah satu benteng terakhir yang menjaga kestabilan iklim global. Indonesia memang memiliki kedaulatan atas wilayahnya, tetapi dampak ekologis deforestasi melampaui batas negara. Pemanasan global tidak mengenal paspor; asap kebakaran hutan tidak menghormati batas udara. Inilah alasan mengapa dunia perlu turun tangan, bukan untuk mengintervensi kedaulatan, melainkan untuk kolaborasi nyata yang menguntungkan semua pihak.

Kontribusi internasional diperlukan dalam bentuk pendanaan hijau, teknologi restorasi, penguatan sistem pemantauan satelit, hingga skema perdagangan karbon yang layak. 

Dunia tidak bisa lagi menyerahkan beban perlindungan hutan hanya kepada komunitas lokal, LSM, atau pemerintah Indonesia. 

Semua pihak harus masuk, membantu mendorong transisi ekonomi dari ekstraksi menuju model pembangunan hijau yang memberi nilai tambah tanpa menghancurkan ekosistem. 

Negara-negara pengimpor minyak sawit juga wajib bertanggung jawab, memastikan bahwa rantai pasok mereka bebas deforestasi dan benar-benar mengikuti standar keberlanjutan, bukan sekadar label hijau kosmetik.

Generasi mendatang akan menanggung dampak terbesar jika kelalaian ini dibiarkan. Banjir ekstrem, hilangnya keanekaragaman hayati, berkurangnya sumber air bersih, hingga krisis pangan adalah ancaman nyata. 

Untuk itu, menghentikan deforestasi Indonesia bukan hanya urusan lokal, melainkan tugas global. Dunia harus bertindak sekarang, bersama, serius, dan berkelanjutan, sebelum hutan-hutan terakhir yang menjaga keseimbangan planet kita benar-benar lenyap.

Daftar Pustaka 

African Oil Palm & African Rice – Food Art Research Network (n.d.) African Oil Palm & African Rice. Available at: https://www.foodartresearch.network/project/follow-the-plants/african-oil-palm-african-rice/

Audubon (n.d.) As the global demand for palm oil surges, Indonesia’s rainforests are being destroyed. Available at: https://www.audubon.org/magazine/global-demand-palm-oil-surges-indonesias-rainforests-are-being-destroyedCBD Secretariat (n.d.) How will oil palm expansion affect biodiversity? Available at: https://www.cbd.int/cms/ui/forums/attachment.aspx?id=37Center for Science in the Public Interest – CSPI (2005) How Palm Oil Harms Health, Rainforest & Wildlife. Available at: https://www.cspi.org/sites/default/files/attachment/palm_oil_final_5-27-05.pdfEnvironmental Oils (n.d.) Is Palm Oil Bad for the Environment? A Closer Look at the Facts. Available at: https://www.environmentaloils.com.au/blog/why-is-palm-oil-bad-for-the-environment/Frontiers for Young Minds (2020) Can Palm Oil Be Produced Without Affecting Biodiversity? Available at: https://kids.frontiersin.org/articles/10.3389/frym.2020.00086ICCT (2016) Ecological impacts of palm oil expansion in Indonesia. Available at: https://theicct.org/wp-content/uploads/2021/06/Indonesia-palm-oil-expansion_ICCT_july2016.pdfIUCN (2018) Oil Palm and Biodiversity. Available at: https://portals.iucn.org/library/sites/library/files/documents/2018-027-En.pdfMongabay (2007) Oil palm does not store more carbon than forests. Available at: https://news.mongabay.com/2007/11/oil-palm-does-not-store-more-carbon-than-forests/Mongabay (2025a) Indonesian president says palm oil expansion won’t deforest because oil palms have leaves. Available at: https://news.mongabay.com/2025/01/indonesian-president-says-palm-oil-expansion-wont-deforest-because-oil-palms-have-leaves/Mongabay (2025b) Borneo project hopes to prove that forests and oil palms can coexist. Available at: https://news.mongabay.com/2025/05/borneo-project-hopes-to-prove-that-forests-and-oil-palms-can-coexist/MSU Libraries (n.d.) Palm Oil in Indonesia Exhibit: Exhibit Materials. Available at: https://libguides.lib.msu.edu/c.php?g=1384812&p=10240395National Geographic (2018) Palm oil is unavoidable. Can it be sustainable? Available at: https://www.nationalgeographic.com/magazine/article/palm-oil-products-borneo-africa-environment-impact

Nature (2023) Tree islands enhance biodiversity and functioning in oil palm landscapes. Available at: https://www.nature.com/articles/s41586-023-06086-5

Orangutan Republik Foundation (n.d.) Palm Oil. Available at: https://www.orangutanrepublik.org/learn/issues/palm-oil/Palms Journal (n.d.) 

The Oil Palm (Elaeis guineensis): Research Challenges Beyond Controversies. Available at: https://palms.org/oil-palm-research-challenges-beyond-controversies/PLOS ONE (2016) The Impacts of Oil Palm on Recent Deforestation and Biodiversity Loss. Available at: https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0159668

ResearchGate (2020) Palm oil impacts on orangutan populations and concomitant rainforest ecosystems. Available at: https://www.researchgate.net/publication/344546075_Palm_Oil_impacts_on_orangutan_populations_and_concomitant_rainforest_ecosystemsResearchGate (2014) Ecological impacts of oil palm agriculture on forest mammals in plantation estates and smallholdings. Available at: https://www.researchgate.net/publication/261189639_Ecological_impacts_of_oil_palm_agriculture_on_forest_mammals_in_plantation_estates_and_smallholdingsScienceDirect (2021) Species loss from land use of oil palm plantations in Thailand. Available at: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1470160X21011092ScienceDirect (2023) Differentiating oil palm plantations from natural forest to improve monitoring. Available at: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2352938523000502ScienceDirect (2024) On the palm oil–biodiversity trade-off: Environmental performance of oil palm landscapes. Available at: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0095069624000494ScienceDirect (2023b) Edge effects of oil palm plantations on tropical biodiversity. Available at: https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0006320717306377ScienceDirect (2024b) The Sustainable Oil Palm in West Africa (SOPWA) Project. Available at: https://www.sciencedirect.com/article/pii/S0048969724019934ScienceDirect (2023c) Deforestation and greenhouse gas emissions could arise when converting forests to oil palm. Available at: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0048969723081160Sustainable Palm Oil Choice (n.d.) Deforestation & Palm Oil. Available at: https://www.sustainablepalmoilchoice.eu/deforestation-palm-oil/UNEP / WWF (n.d.) Oil Palm Plantations and Deforestation in Indonesia: What Role Do Forests Play? Available at: https://wwfeu.awsassets.panda.org/downloads/oilpalmindonesia.pdfWikipedia (2024) Elaeis guineensis. Available at: https://en.wikipedia.org/wiki/Elaeis_guineensisWiley (2015) Oil palm plantations fail to support mammal diversity. Available at: https://esajournals.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1890/14-1928.1York University (2020) Protecting natural forest in oil palm plantations is crucial for biodiversity. Available at: https://www.york.ac.uk/news-and-events/news/2020/research/forest-palm-oil/

Previous Post