Eksploitasi Dayak Masa Ke Masa
| Eksploitasi Dayak Masa Ke Masa: buku dua penulis dan peneliti Dayak yang menyentak. ist. |
Cornelis & Masri Sareb Putra| Lembaga Literasi Dayak | 265 hlm. | Desember 2025
Buku Eksploitasi Dayak Masa Ke Masa hadir sebagai karya penting yang menyentak kesadaran publik tentang sejarah panjang ketidakadilan di Borneo.
Ditulis oleh Masri Sareb Putra dan Cornelis, dua peneliti Dayak yang memahami denyut nadi tanah kelahiran dari dalam.
Buku ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan rekaman panjang tentang apa yang selama ini disembunyikan. Ia menjadi gugatan moral, dokumentasi luka, sekaligus pernyataan politik tentang siapa sebenarnya pewaris sah pulau terbesar ketiga di dunia itu.
Menyingkap Sejarah yang Sengaja Dihapus
Subjudul buku ini sudah menggambarkan keberaniannya: Asal Usul yang Dihapus, Kolonialisme yang Menghisap, dan Orde Baru yang Membajak Borneo demi Kepentingan Jawa.
Baca Eksploitasi Dayak Masa Ke Masa
Dengan bahasa tajam namun terukur, para penulis mengurai bagaimana sejak abad ke-18 tanah Dayak diretas secara sistematis. Kolonial Belanda memperhalus teknik perampasan melalui Domein Verklaring, sementara Orde Baru menyempurnakannya dengan skema hukum modern yang memarginalkan masyarakat adat.
Buku ini menunjukkan bahwa narasi eksploitasi bukanlah potret pecahan peristiwa, melainkan satu garis panjang yang dibiarkan berulang. Perladangan gilir-balik—teknologi ekologis yang terbukti lestari—dikriminalisasi; sebaliknya, jutaan hektare hutan dibuka untuk sawit dan tambang atas nama “pembangunan.”
Luka Kolektif delapan Juta Pewaris
Salah satu kekuatan buku ini terletak pada keberaniannya menempatkan Dayak sebagai subjek sejarah, bukan objek antropologi. Buku ini memotret bagaimana delapan juta jiwa dari tujuh rumpun dan 405 subsuku hidup sebagai keturunan manusia Gua Niah yang menjaga hutan 40.000 tahun lamanya. Mereka kini terjepit di tanah leluhur yang seharusnya menjadi ruang hidup paling aman bagi mereka.
Penulis membawakan contoh konkret:
Di Sintang, penjaga hutan dituduh merusak.
-
Di Krayan, masyarakat adat menertawakan birokrasi yang mengaku lebih tahu tentang tanah yang telah mereka rawat selama ribuan tahun.
-
Di Tana’ Ulen Pujungan dan Setulang, masyarakat memperlihatkan keberhasilan pengelolaan hutan berbasis adat; kontras dengan kerusakan yang diakibatkan sektor ekstraktif.
Narasinya lugas, namun sarat empati. Ia tidak hanya memaparkan luka, tetapi juga ketangguhan: Dayak tidak tunduk, tidak menyerah, dan tidak rela kehilangan pulau zamrud seluas 743.330 km² yang diwariskan para leluhur.
Gugatan atas Narasi Pembangunan Nasional
Buku ini menantang langsung mitos “pembangunan nasional.” Ia menyingkap ketimpangan bahwa sumber daya alam Kalimantan lebih banyak dinikmati pihak yang datang belakangan, sementara pewaris sah justru dipinggirkan. Dengan contoh hukum dan kebijakan aktual, penulis menunjukkan bagaimana logika kolonial terus hidup dalam undang-undang modern yang memarjinalkan masyarakat adat.
Pertanyaan yang menghantam pembaca menjelang halaman akhir sungguh keras:
Jika Dayak menjaga Borneo tetap bernapas selama 40.000 tahun, bagaimana mungkin generasi modern yang datang jauh lebih belakangan justru merusak, menguras, membakar, dan menuduh pewaris asli sebagai pelaku perusakan?
Buku yang Wajib Dibaca
Eksploitasi Dayak Masa Ke Masa adalah bacaan wajib bagi siapa pun yang ingin memahami Borneo, sejarah Indonesia, dan masa depan ekologi tropis. Ini bukan hanya buku tentang Dayak; ini buku tentang republik dan kegagalannya mengakui pewaris sah tanahnya sendiri.
Dengan gaya penulisan yang kritis, mengalir, dan berdasar riset lapangan, buku ini memaksa kita bercermin pada perampasan paling besar dan paling lama dalam sejarah negeri ini.
Sebuah karya yang tak hanya membuka mata; tetapi menggugah hati dan menggugat nurani. Buku yang tidak boleh dilewatkan.
Peresendi: Fidelis Saputra