Hearing Raperda Pemajuan Kebudayaan Kalbar Tekankan Identitas Dayak dan Melayu (Senganan) sebagai First Nation
| Suasana hearing proses Raperda Pemajuan Bebudayaan Kalimantan Barat. Ist. |
Pontianak, BORNEOTRAVEL : Rapat dengar pendapat atau hearing mengenai Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat tentang Pemajuan Kebudayaan digelar di Ruang Meranti, Gedung DPRD Kalimantan Barat, Pontianak, Selasa 4 November 2025.
Agenda ini merupakan bagian dari penjadwalan ulang kegiatan DPRD Kalbar untuk Oktober hingga November 2025, yang secara khusus memuat sesi Konsultasi Publik atau Public Hearing bagi raperda tersebut.
Acara yang dimulai pukul 09.00 WIB itu dihadiri oleh pemangku kepentingan dari berbagai unsur. Hadir para pakar, sejarawan, cendekiawan, komunitas budaya, serta para pelaku kebudayaan yang mewakili keberagaman wilayah dan identitas Kalimantan Barat. Dari unsur pemerintah daerah, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar, Syarif Faisal Indahmawan Alkadri, S.STP., M.M., hadir mewakili dinas teknis yang akan menjadi pelaksana utama kebijakan pemajuan kebudayaan.
Hearing dibuka oleh Wakil Pimpinan DPRD Provinsi Kalimantan Barat, Jeffray Edward, S.E., M.Si.
Dalam sambutannya, ia menegaskan pentingnya raperda tersebut sebagai payung hukum untuk memastikan kebudayaan Kalbar mendapat ruang perlindungan, pengembangan, dan pemberdayaan. Menurutnya, pemajuan kebudayaan daerah harus berpijak pada identitas lokal agar memiliki arah yang jelas dan mampu menjawab tantangan zaman.
Usulan Penegasan Dayak dan Melayu (Senganan) sebagai First Nation Kalbar
Isu penting yang mengemuka dalam diskusi hearing adalah usulan agar raperda secara tegas mencantumkan Dayak dan Melayu (Senganan) sebagai first nation atau masyarakat adat utama di Provinsi Kalimantan Barat.
Usulan ini disampaikan oleh tokoh-tokoh yang hadir, di antaranya Masri Sareb Putra, M.A., Prof. Chairil Effendi, Yohanes Palaunsoeka, dan Prof. Bunau. Mereka menekankan bahwa penyebutan tersebut bukanlah bentuk pengutamaan kelompok tertentu, melainkan pengakuan identitas atas fakta antropologis, historis, dan kultural yang telah lama hidup dalam struktur sosial masyarakat Kalbar.
Para narasumber menjelaskan bahwa Dayak dan Melayu (Senganan) sebagai kelompok masyarakat adat yang pertama menghuni wilayah ini (ketika datangnya era kolonial yang memilah-milah) memiliki nilai budaya yang menjadi fondasi bagi identitas Kalimantan Barat. Penegasan ini dinilai krusial sebagai basis penyusunan kebijakan perlindungan budaya, penyusunan data pokok kebudayaan daerah, serta arah pengembangan pendidikan dan penelitian kebudayaan.
Diskusi berlangsung hangat dan dinamis. Perbedaan pandangan muncul terkait batasan istilah first nation dalam konteks kebijakan daerah, serta bagaimana redaksinya dimasukkan ke dalam raperda.
Meskipun demikian, semua pihak sepakat bahwa raperda harus mencerminkan realitas sejarah Kalimantan Barat secara objektif dan tidak menihilkan keberagaman etnis lainnya. Penyamaan persepsi ini menjadi titik temu bagi penyusunan redaksi yang diterima oleh semua pihak.
Kebudayaan sebagai Ruang Nilai dan Fondasi Identitas Kalbar
Memasuki sesi akhir, pembahasan mengerucut pada substansi nilai-nilai kebudayaan yang perlu masuk ke dalam raperda. Para peserta hearing menekankan bahwa kebudayaan Kalbar tidak cukup didefinisikan sebatas pelestarian objek budaya, tetapi harus dipandang sebagai ruang nilai yang menghidupi masyarakat. Ini mencakup bahasa daerah, pengetahuan tradisional, seni, adat istiadat, sejarah, serta jejak identitas kolektif yang diwariskan secara turun-temurun.
Perwakilan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar menyampaikan bahwa pemerintah provinsi telah menyusun pemetaan awal objek pemajuan kebudayaan, namun penyempurnaannya memerlukan masukan publik. Hearing ini menjadi wadah penting untuk menghimpun aspirasi, memperkaya rumusan akademik, serta memperkuat orientasi kebijakan pemajuan kebudayaan agar tepat sasaran dan lebih inklusif.
DPRD Kalbar menegaskan bahwa seluruh masukan yang disampaikan akan menjadi bagian dari penyempurnaan draf raperda sebelum dibahas lebih lanjut pada tingkat panitia khusus. Mekanisme konsultasi publik akan tetap dibuka hingga redaksi final dianggap siap untuk memasuki pembahasan formal.
Hearing ditutup pada siang hari dengan komitmen bersama untuk menghadirkan raperda pemajuan kebudayaan yang representatif, berkeadilan, dan mampu menjadi fondasi kuat bagi penguatan identitas Kalimantan Barat di masa depan.
Penegasan posisi Dayak dan Melayu (Senganan) sebagai first nation diharapkan memperkuat arah kebijakan serta memberikan pengakuan historis yang layak dalam dokumen hukum daerah.
Pewarta: Rangkaya Bada